Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Pengertian konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau
jasa yang tersedia dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun
oranglain dan tidak untuk diperdagangkan. Sesuai dengan pasal 3
Undang-undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk, yaitu :
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangakat derajat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan pemakaian barang atau jasa yang negatif
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan barang atau jasa dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
- Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen di Indonesia
Kasus Prita Mulyasari
INILAH.COM, Jakarta - Penahanan Prita Mulyasari menghebohkan jagad hukum, media massa dan pelaku dunia maya. Sebuah pemasungan kebebasan berpendapat gaya baru berlindung kepada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Para aktivis HAM melihat penahanan Prita adalah bentuk penindasan, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan aparat yang main tangkap dan menahannya begitu saja. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyesalkan penahanan Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Hospital Alam Sutra.
Prita ditahan gara-gara keluhannya atas pelayanan rumah sakit yang tersebar di milis. Prita menyebarkan email kepada 10 orang temannya yang berisi keluhannya terhadap rumah sakit tersebut. Email tersebut kemudian menyebar luas ke mailing list. Prita keberatan dengan analisis dokter yang menyebutkan dia terkena demam berdarah.
Dia merasa ditipu karena dokter kemudian memberikan diagnosis hanya terkena virus udara. Tak hanya itu, menurut Prita dalam emailnya, dokter memberikan berbagai macam suntikan berdosis tinggi.
Merasa jengkel, Prita kemudian berniat pindah ke RS lain. Namun, dia kesulitan mendapatkan hasil laboratorium. Prita telah mengajukan keberatannya ke RS Omni Internasional dan tak mendapatkan jawabannya.
Kemudian, ia menyampaikan keluhannya itu kepada teman-temannya melalui e-mail. Pihak RS Omni Tangerang telah menjawab keluhan Prita melalui mailing list dan iklan di media massa.
Banyak kalangan ikut prihatin. Dewan Pers telah mengunjungi Prita Mulyasari (32). Namun sebaiknya diteruskan juga untuk bertemu dengan Jaksa Agung dan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo).
Rombongan dipimpin Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara ke LP Tangerang. Dewan pers menyampaikan simpati karena Prita mendapati kesulitan karena dituntut RS Omni menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Padahal dia hanya menyatakan pendapatnya," kata anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi.
Prita Mulyasari ditahan sejak 13 Mei 2009 karena diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang ancaman hukumannya enam tahun.
Prita rencananya akan kembali menjalani sidang perdata pada 4 Juni mendatang setelah meminta banding atas keputusan Pengadilan Negeri Tangerang per 11 Mei 2009 yang memenangkan gugatan RS Omni.
Dewan Pers memang harus mencari kebenaran dari kasus Prita ini. Dewan Pers harus turun tangan karena Prita menyatakan pendapatnya melalui media elektronik, yang diatur dalam UU Pers.
Dalam UU Pers pasal 1 ayat 1 mengungkapkan, pers adalah wahana sosial yang mencakup menyampaikan berita, mencari, mengolah, mengumpulkan, menyimpan berita baik secara elektronik, cetak dan media lain yang tersedia. Media lain termasuk internet.
INILAH.COM, Jakarta - Penahanan Prita Mulyasari menghebohkan jagad hukum, media massa dan pelaku dunia maya. Sebuah pemasungan kebebasan berpendapat gaya baru berlindung kepada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Para aktivis HAM melihat penahanan Prita adalah bentuk penindasan, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan aparat yang main tangkap dan menahannya begitu saja. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyesalkan penahanan Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Hospital Alam Sutra.
Prita ditahan gara-gara keluhannya atas pelayanan rumah sakit yang tersebar di milis. Prita menyebarkan email kepada 10 orang temannya yang berisi keluhannya terhadap rumah sakit tersebut. Email tersebut kemudian menyebar luas ke mailing list. Prita keberatan dengan analisis dokter yang menyebutkan dia terkena demam berdarah.
Dia merasa ditipu karena dokter kemudian memberikan diagnosis hanya terkena virus udara. Tak hanya itu, menurut Prita dalam emailnya, dokter memberikan berbagai macam suntikan berdosis tinggi.
Merasa jengkel, Prita kemudian berniat pindah ke RS lain. Namun, dia kesulitan mendapatkan hasil laboratorium. Prita telah mengajukan keberatannya ke RS Omni Internasional dan tak mendapatkan jawabannya.
Kemudian, ia menyampaikan keluhannya itu kepada teman-temannya melalui e-mail. Pihak RS Omni Tangerang telah menjawab keluhan Prita melalui mailing list dan iklan di media massa.
Banyak kalangan ikut prihatin. Dewan Pers telah mengunjungi Prita Mulyasari (32). Namun sebaiknya diteruskan juga untuk bertemu dengan Jaksa Agung dan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo).
Rombongan dipimpin Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara ke LP Tangerang. Dewan pers menyampaikan simpati karena Prita mendapati kesulitan karena dituntut RS Omni menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Padahal dia hanya menyatakan pendapatnya," kata anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi.
Prita Mulyasari ditahan sejak 13 Mei 2009 karena diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang ancaman hukumannya enam tahun.
Prita rencananya akan kembali menjalani sidang perdata pada 4 Juni mendatang setelah meminta banding atas keputusan Pengadilan Negeri Tangerang per 11 Mei 2009 yang memenangkan gugatan RS Omni.
Dewan Pers memang harus mencari kebenaran dari kasus Prita ini. Dewan Pers harus turun tangan karena Prita menyatakan pendapatnya melalui media elektronik, yang diatur dalam UU Pers.
Dalam UU Pers pasal 1 ayat 1 mengungkapkan, pers adalah wahana sosial yang mencakup menyampaikan berita, mencari, mengolah, mengumpulkan, menyimpan berita baik secara elektronik, cetak dan media lain yang tersedia. Media lain termasuk internet.
Kesimpulan:
Menurut saya Prita merupakan bagian hak paling asasi seorang warga negara dan
manusia di sebuah negara beradab. Bannyak kalangan melihat kasus Prita
bisa menjadi preseden buruk atas penegakan HAM dan demokrasi di
Indonesia. Dukungan untuk beliaupun tidak ada hentinya sampai sekarang
Sumber:
http://www.inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar